Rabu, 02 Februari 2011

SURAT PERNYATAAN TUNTUTAN BERSAMA MASYARAKAT TABANIO


SURAT PERNYATAAN TUNTUTAN BERSAMA MASYARAKAT TABANIO
Maraknya pembukaan areal perkebunan sawit baru di Kabupaten Tanah Laut semakin tahun semakin ekspansif dan meluas. 
Di saat lahan dataran rendah sudah semakin menyempit, banyak perusahaan sawit yang mulai melirik lahan rawa yang selama ini masih banyak yang belum dipergunakan, padahal kita tahu bahwa lahan rawa merupakan tempat embung air yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat petani untuk mengairi sawahnya, seperti yang selama ini dilakukan oleh para petani di Desa Tabanio. Konflik tanah di Desa Tabanio Kab. Tanah Laut hanyalah salah satu contoh kasus dari ribuan konflik tanah yang terjadi terkait masalah pembukaan areal perkebunan sawit. Keluarnya SK BUPATI No.179 tahun 2010 mengenai tapal batas Desa Ujung Batu dengan Desa Tabanio sangatlah merugikan masyarakat Desa Tabanio. Karena dengan keluarnya SK Bupati tersebut maka kurang lebih dari 900 Ha tanah milik Desa Tabanio menjadi hilang atau berpindah tanggan. Hal ini berdasar dari Peta Tahun 1992 yang ditetapkan oleh SK bupati sebelumnya yang telah menetapkan batas wilayah antara Desa Ujung Batu dengan Desa Tabanio. Padahal sebelum keluarnya SK Bupati No.179 tahun 2010 sudah dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali mengenai tapal batas Desa Tabanio dengan Desa Ujung Batu berdasarkan Peta Tahun 1992 dengan melibatkan pihak Kecamatan yang saat itu dipimpin oleh saudara SUTRISNO, BPN,TAPEM yang saat itu dipimpin oleh saudara MASRUDI dan Masyarakat dari kedua belah pihak. Hasil pengukuran menguatkan apa yang tercantum dalam peta tahun 1992 yaitu lahan yang ingin dibangun tanggul oleh PT KJW merupakan lahan milik Desa Tabanio. Dengan munculnya SK Bupati yang baru tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan besar di benak masyarakat Desa Tabanio, ada apa di balik keluarnya SK Bupati No.179 Tahun 2010?
  

Seperti yang sering digembar gemborkan oleh Bupati Tala, bahwa dengan adanya perusahaan sawit dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dan bisa mensejahterakan masyarakat lokal, masih patut dipertanyakan, apakah dengan masuknya perkebunan sawit akan menambah kesejahteraan masyarakat sekitar atau hanya menjadi “mitos” dan atau hanya akan memiskinkan, menyengsarakan masyarakat Tabanio.
Karena dengan hilangnya sebagian tanah warga Desa Tabanio yang luasnya kurang lebih sekitar 900Ha akibat dari keluarnya SK Bupati yang baru, hampir 70% hutan galam yang selama ini menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat Tabanio lenyap oleh aktivitas penebangan yang selama ini dilakukan oleh PT. KJW. Hancurnya hutan galam untuk perkebunan sawit, pencemaran air, berkurangnya sumber-sumber air sebab hilangnya kawasan rawa-rawa sebagai daerah embung air adalah sebagai dampak yang diterima oleh masyarakat Tabanio. Perkebunan sawit memang akan menyerap banyak tenaga kerja, tapi boleh jadi tenaga kerja berasal dari luar daerah (bukan tenaga kerja setempat) hal ini dapat dibuktikan dari jumlah warga Tabanio yang hanya 7 orang saja yang dipekerjakan oleh PT. KJW, artinya, hadirnya perusahaan perkebunan sawit ternyata tidak terlalu memberikan perubahan yang signifikan terhadap masyarakat khususnya di bidang ekonomi rumah tangga, padahal jika hutan galam dan lahan rawa masih lestari dan dimiliki masyarakat, maka mereka sudah mendapatkan penghasilan dari hutan galam dan berladang yang mereka usahakan selama ini secara turun temurun.

Berangkat dari uraian diatas maka kami masyarakat Desa Tabanio telah sepakat dan bersama-sama untuk menuntut agar supaya :
1.      Pemerintah Kab. Tanah Laut, untuk segera mengembalikan lahan masyarakat Desa Tabanio sesuai  dengan ketetapan Peta Tahun 1992.
2.      PT. KJW untuk segera memindah atau menutup tanggul dan kanal-kanal saluran air yang menutup daerah resapan air untuk sawah masyarakat, agar masalah kekeringan bias teratasi.
3.      PT. KJW Tidak melakukan pembabatan hutan galam di Desa Tabanio, yang selama ini dimanfaatkan masyarakat untuk menopang hidup.
4.      Mempertahankan cadangan lahan yang potensial untuk pertanian penduduk supaya dapat di garap secara terus menerus.
5.      Meninjau ulang HGU PT. KJW agar lahan untuk cadangan perkampungan penduduk tetap terjaga untuk kelangsungan hidup masyarakat.
6.      Membangun penahan abrasi pantai.
7.      Semua pihak agar bisa melupakan peristiwa amuk masa, karena hal ini merupakan dampak dari kelambanan penyelesaian persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
8.      Meminta kepada Gubernur Kalimantan Selatan untuk membantu secara maksimal, realisasi dari tuntutan masyarakat, walaupun persoalan ini menjadi kewenangan dari pemerintah kabupaten Tanah Laut.
Bahwa kita sepakat bukan perkebunan sawit yang kita tolak, Namun praktek-praktek perkebunan yang tidak humanisme dan melanggar ketentuan undang-undang yang tidak berpihak kepada rakyat, harapan siapapun setiap pelaku usaha hendaknya tidak memaksakan kehendaknya pada masyarakat hanya untuk kepentingan perseorangan, namun lebih pada kepentingan secara luas, untuk masyarakat dan kehidupan yang lebih baik dan tetap menjujung tinggi kearifan lokal.
Text Box: Dulunya pandangan  tertutup rindangnya hutan Galam, sekarang pandangan seluas mata memandangMengadopsi kearifan lokal yang ada dengan membiarkan masyarakat mengelola lahannya sesuai dengan cara mereka selama ini dan memberikan akses yang sebesar-besarnya terhadap sumber-sumber produksi rakyat seperti, air, tanah, lahan pertanian, modal, teknologi, jalur distribusi dan infrastruktur pendukung lainnya merupakan sesuatu yang jauh lebih penting ketimbang memaksakan suatu kebijakan yang justru akan menambah panjang daftar konflik yang ada antara masyarakat, penguasa dan pengusaha. Yang salah bukan lah sawitnya tapi sistem yang ada di dalam perkebunan sawit lah yang harus menjadi pertimbangan bagi para penguasa dalam menerapakan investasi perkebunan sawit di daerah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar