Jumat, 11 Februari 2011

UANG GAIB 100 JUTA

Uang Gaib 100juta
Dalam BUKU HASIL PANSUS (“Pansus” adalah Tim yang dibentuk untuk mencari titik terang oleh DPRD TK II Kab. Tanah Laut dalam masalah yang dihadapi Desa Tabanio), disana (dalam Buku Hasil Pansus) diterangkan bahwa PT. KJW pernah memberikan bantuan uang sebesar 300juta rupiah untuk membantu pembangunan Masjid di Desa Tabanio, tetapi ditolak oleh masyarakat Desa Tabanio dan uang tersebut dikembalikan kepihak PT.KJW, akan tetapi uang yang dikembalikan tidak utuh lagi, cuma sebesar 200juta.
Fhoto kutipan dari buku hasil pansus


Mengenai hal ini, masyarakat menerangkan bahwa benar dulu ada pihak PT.KJW  mau memberikan bantuan buat pembangunan masjid Desa Tabanio sebesar 300juta melalui Saudara H.Muhdar. Tapi masyarakat menolak hal itu dan masyarakat meminta uang tersebut untuk dikembalikan kepada pihak perusahan (PT. KJW). Mengenai perihal uang yang dikembalikan tidak utuh lagi masyarakat tidak tahu menahu, yang  jelas pada waktu itu masyarakat dengan tegas menolaknya.
Jadi jelas dari dulu sampai sekarang yang namanya PT. KJW ditolak keberadaanya di Desa Tabanio.

Perlu kita pertanyakan :
Dimana hilangnya, siapa saja oknum-nya, “hingga hilangnya uang 100juta tersebut”...?
Dan mengapa hingga berani - beraninya mengambil uang tersebut...?
Satu lagi yang perlu dipertanyakan !
Perusahaan sepertinya tidak  terlalu peduli dangan hilangnya uang 100jt yang kemungkinan ada oknum yang bermain...! Ada apa ini sebenarnya…?
Apakah ada bla bla bla antara perusahaan dengan oknun yang bermain ?
Apa orang gaib yang ngambil ya...!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!



SAWIT VS MATA PENCAHARIAN WARGA

Sawit VS Mata Pencaharian Warga
Desa Tabanio terletak di Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, wilayahnya terdiri dari laut, daratan, rawa dan hutan (hutan Galam). Hampir semua masyarakat Desa Tabanio mata pencaharianya bergantung dengan alam. Bertani dengan sistem tadah hujan, mencari ikan di tengah lautan dan mencari kayu bakar di tengah hutan (hutan Galam). Entah bagaimana jadinya kalau keseimbangan ekosistem alam di Desa Tabanio terganggu.

1.    Pertanian
Bertani atau bercocok tanam sudah lazim dilakukan masyarakat Desa Tabanio hasilnya selain untuk kebutuhan makan sendiri juga untuk dijual untuk kebutuhan hidup  seperti untuk  keperluan dapur lainya, biaya anak bersekolah, berobat dll.
Salah satu warga bercerita kepada kami,
mantan dahulu, ulun ni bahuma aja, sampai anak ulun ni nah lulus sakulah gawian ulun bahuma aja, gasan ma’ongkosi inya, bajual banih ulun ni. Alhamdulillah inya sudah lulus. Ini nah sa’ekong lagi anak ulun nang sekulah mudahan ai mau manuntung, ulun manuntung ma’ongkosi, inya manuntung mau balajar. Mudahan jua ba’ulehan banih tahun ni banyak nah, kada kaya tahun semalam wan samalamnya, manangis ulun, nang sa’hektar ba’ulihan 16 belek aja, kada cukup ulun gasan makan saparanakan satahun. Kenapa jadi bisa  begitu ? (Tanya kami). kakaringan pahumaan ulun jadi kaya itu. Mun tahun dahulu – dahulunya ba’ulihan aja ulun 300 belekan mun sehektar tu.
Berdasarkan peninjauan kami kelapangan, ada beberapa paktor yang menyebabkan kekeringan pada sawah masyarakat Desa Tabanio.
1.    Adanya saluran – saluran yang dibikin oleh perusahaan
2.    Diperparah lagi dengan dikeringkannya daerah rawa – rawa yang bisanya menjadi lumbung air buat pertanian oleh pihak perusahaan (PT.KJW) untuk ditanami sawit - sawit.
Kita lihat gambar - gambar ilustrasi dibawah ini !





Gambar diatas (gambar 1.1) adalah gambar aliran air sebelum adanya saluran – saluran (tanggul – tanggul) yang dibikin oleh pihak perusahaan (PT.KJW).
Dulunya air mengalir dari rawa ke persawahan masyarakat melalui parit – parit  yang dibikin oleh masyarakat sendiri sehingga air dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan pertanian. Saat air melebihi batas kebutuhan maka pintu – pintu air yang menuju kesungai akan dibuka oleh masyarakat dan sebaliknya. Sehingga air untuk pengairan sawah selalu tercukupi.

Sekarang setelah adanya saluran – saluran (tanggul – tanggul) yang dibangun pihak perusaan (PT.KJW) yang mengeringkan daerah rawa nampak seperti gambar dibawah ini (gambar 1.2)






Ini merupakan kebalikannya, air yang ada dipersawahan malah mengalir ke rawa yang dikeringkan oleh pihak perusahaan (PT.KJW), sedangkan air yang berada di rawa langsung disalurkan kesungai. Ini lah yang menyebabkan warga Desa Tabanio mengalami kekeringan.

Catatan :
“Daerah rawa letaknya lebih rendah dari persawahan Masyarakat Desa Tabanio”

Bukanya menata menjadi lebih baik, malah menghancurkan yang telah ada

2.    Hutan Galam
Seperti Pembahasan terdahulu, kegunaan hutan Galam sangat vital bukan saja bagi masyarakat Desa Tabanio tapi juga desa – desa tetangga. Hampir semua warga (petani, nelayan)  memanfaatnya kayu Galam baik untuk kayu bakar, untuk bahan bangunan rumah, kandang ayam ras dsb. Kayu Galam juga mempunyai nilai ekonomis yang sangat besar mencapai 70jt lebih dalam 1 bulanya. Untuk lebih jelas silahkan lihat artikel sebelumnya yang berjudul  Sumber Daya Alam yang tersimpan di lahan Sengketa




3.    Nelayan





Lima belas hari bahkan lebih terrombang ambing dilautan, mencari nafkah buat keluarga. Kadang rejeki yang didapat cukup untuk keperluan 1 bulan, tak jarang pula, pulang dengan tangan hampa.

     Makin hari makin sulit untuk mendapatkan ikan yang banyak, sedangkan keperluan untuk keluarga terus meningkat, harga barang terus naik. Terkadang kami harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, “melaut kada tapi ba’ulihan, pahumaan kakaringan”. Tutur seorang nelayan pada kami.
Dalam sekali berangkat melaut nelayan biasanya menghabiskan biaya ± 7juta rupiah (untuk pembelian bahan makanan selama melaut dan bahan bakar berupa solar sebanyak 2 drum). Yang mana segala biaya akan dibayar setalah datang dari melaut. Kalau hasil yang didapat kurang banyak maka tak jarang meraka tak bisa membayarnya.
Kata masyarakat “Sekarang bahan bakar Solar susah mendapatkannya, ditambah lagi dengan kayu Galam yang berada di desa kami hampir habis karena dibabat oleh Perusahaan (PT. KJW) padahal kayu Galam tersebut  digunakan semua nelayan untuk keperluan  memasak dilaut. Jangan sampai kami membeli kayu galam keluar desa kami karena harganya pasti akan lebih mahal lagi, jadi akan menambah biaya dalam keberangkatan kami kelaut. Jangan sampai kami ini sudah jatuh tertimpa tangga pula”. 

SEKILAS INFO

Sekilas Info
Kamis, 10 Februari 2011

-          Asisten 1 Pemerintahan
-          PU
-          Dinas Perikanan dan kelautan
-          Dinas Kehutanan
-          Dinas Perkebunan
-          KesBang Linmas
-          BLHD
-          Birokum
-          Biro Pemerintahan
-          Biro Humas
-          Satpol PP
-          Kepala Desa Tabanio (Pejabat Sementara)
Beserta rombongan melakukan peninjauan  ke Desa Tabanio  guna menindak lanjuti wacana yang telah disampaikan Bapak Gubernur Kalimantan Selatan (H.Rudy Arifin) pada acara silaturahmi dengan warga Desa Tabanio pada Jum’at, 27 Januari 2011 yang lalu.

Tempat – tempat yang dikunjungi :
-          Titik batas Desa Tabanio dengan Ujung Batu berdasarkan peta tahun 1992.
-          Titik batas Desa Tabanio dengan Ujung Batu berdasarkan peta tahun 2010.
-          Lahan yang di klaim sebagai Tanah Ujung Batu.
-          Lahan Hutan Galam dan Lahan Bondong.
·         Hutan Galam yang telah dibabat oleh PT. KJW
·         Hutan Galam yang masih tersisa sangat kecil
-          Kali – kali (tanggul – tanggul)  yang menyebabkan kekeringan lahan pertanian.
-          Lahan persawahan masyarakat.
-          Pantai Desa Tabanio.

Kegiatan – kegiatan yang dilakukan :
-          Melakukan pengecekan titik koordinat tapal batas  Desa Tabanio dengan desa tetangga berdasarkan peta tahun 1992.
-          Melihat/ mengecek  langsung kali – kali (tanggul – tanggul) yang menyebabkan lahan pertanian warga kekeringan.
-          Melihat langsung Hutan Galam yang telah dibabat oleh perusahaan.
-          Melihat/ mengecek abrasi pantai Desa Tabanio.





-           

Senin, 07 Februari 2011

KAMI YANG MEMILIH KAMI YANG KECEWA JANJI MANIS BERUJUNG DUKA

Lima tahun silam tepatnya sekitar tahun 2006 di Desa Tabanio dilaksanakan pemilihan Kepala Desa, yang mana pada masa kampanye setiap calon Kepala Desa mempunyai visi dan misi yang sangat bagus untuk menjadi program kerja mereka nanti jika terpilih. Tapi Cuma satu Calon Kepala Desa (Bahrani) yang menguntara janji tidak akan menjual lahan/ menyerahkan lahan Bondong dan Galam pada pihak perusahaan (PT.KJW) untuk digarap. Tak ayal pada waktu hari “H”nya calon Kepala Desa (Bahrani) menang mutlak dengan memperoleh suara lebih dari 90% dari jumlah pemilih. 

Banyak masyarakat yang merayakan kemenangannya dengan cara mengadakan selamatan/ syukuran dengan harapan Kepala Desa yang baru ini bisa memimpin mereka menjadi lebih makmur lagi dan bisa menepati janji – janji yang diutarakan pada waktu kampanye.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulanpun berganti tahun.
Pada tahun 2009 gembar gembor perusahaan yang akan menggarap lahan Galam/ Padang Bondong terdengar luas dimasyarakat. Menindak lanjuti permasalahan yang mulai timbul, pada tanggal 1 Mei 2009 tokoh – tokoh masyarakat mengundang rapat Kepala Desa serta perangkatnya, Ketua BPD dan Anggotanya serta dihadiri masyarakat banyak, yang bertempat di Muka rumah H. Pol Rt. 7.
Pada rapat tersebut kepala Desa (Bahrani) membuat pernyataan ”tidak akan menyerahkan padang Galam dan Bondong yang berada di wilayah Desa Tabanio”. Masyarakat pun senang mendengar hal tersebut. 

 Gambar 1.1



Tapi entah mengapa dari pihak perusahaan terus saja menggarap lahan yang berada di Desa Tabanio. Padahal belum ada persetujuan masyarakat banyak. Banyak masyarakat mempertanyakan hal itu.
Ada Pepatah mengatakan “sepandai – pandainya menyimpan bangkai, pasti akan keciuman juga”
Jadi sesuatu yang buruk, bagaimanapun cara meyembunyikanya pasti akan ketahuan juga. Sama halnya dengan surat penyerahan lahan yang dibuat oleh Kepala Desa (Bahrani) yang isinya  menyerahkan lahan yang selama ini   dipertahankam tanpa sepengetahuaan masyarakat banyak.

 Gambar 1.2


Jadi pada kenyataannya sebelum  surat pernyataan (Gbr 1.1)  yang dibuat Kepala Desa (Bahrani) tertanggal 1 Mei 2009 mengenai ”tidak akan menyerahkan padang Galam dan Bondong yang berada di wilayah Desa Tabanio” tersebut dibuat beliau telah menyerahkan lahan kepada pihak perusahaan terlebih dahulu melalui surat tertanggal mei 2007 (Gbr 1.2).  

Mengenai hal ini banyak masyarakat yang sangat kecewa. Bahkan ada juga dari masyarakat yang mengatakan kalau Kepala Desa mereka (Bahrani) munafik.





























































Jumat, 04 Februari 2011

Sumber Daya Alam yang Tersimpan di Lahan Sengketa

Perihal Sumber Daya Alam yang Tersimpan  di Lahan Sengketa
Lahan yang keliatannya hampir tidak terjamah seringkali dijadikan alasan untuk mengubahnya. Tapi tahukan anda kalau tidak selamanya lahan yang dianggap tidak terjamah  tersebut tidak bermanfaat dan dan tidak menguntungkan? Sebagai contoh lahan Bondong dan Galam yang berada di Desa Tabanio. Dan sekarang kita coba untuk mengungkapnya.

A.    Lahan Bondong
Gambar 1.1 Sawit tumbuh dilahan bondong
Lahan Bondong yang berada di Desa Tabanio merupakan daerah rawa yang terletak dibawah permukaan air laut. Jadi daerah tersebut merupakan dataran rendah yang menjadi resapan air.


Lihatlah gambar disamping, dulu lahan tersebut merupakan lahan yang selalu digenangi air, tidak peduli musim kemarau air selalu ada, sekarang padang Bondong yang dulunya cuma tumbuhan Bondong dan tumbuhan – tumbuhan air lainya yang tumbuh, sekarang sudah dapat ditanami sawit – sawit yang biasanya tumbuh dilahan kering. (Sungguh maha karya yang hebat dengan tanggul – tanggul besarnya pihak perusahaan berhasil mengeringkan lahan yang tidak pernah kering sepanjang tahun).
Tapi tahukah anda dari maha karya yang dibuat oleh perusahaan tersebut banyak dampak yang ditimbulkan yaitu keringnya embungembung air yang biasa menjadi tempat masyarakat mencari ikan air tawar, pencemaran air sungai dan yang sangat mengenaskan, sawah – sawah warga yang berada di Desa Tabanio mengalami kekeringan. Bahkan dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini masyarakat yang bertani mengalami gagal panen. Sebelum ada pengeringan daerah lahan Bondong, masyarakat dapat menghasilkan 300 s/d 350 blek dalam 1 hektarnya. Tapi sekarang dalam 1 hektar masyarakat hanya mendapat kan ±15 blek saja. Apa tidak terpikirkan oleh mereka hal – hal tersebut ? Apa harus mengorbankan rakyat kecil untuk alasan pembangunan? Apakah merusak suatu tatanan yang sudah ada itu merupakan suatu pembangunan?



B.     Hutan Galam  
Kayu galam siapa yang tidak tau! 90% lebih masyakat Desa Tabanio menggunakannya untuk keperluan sehari – hari.
Gambar 1.2 Penebangan pohon Galam  untuk pembukaan lahan sawit
Kegunaanya sangat vital bagi masyarakat Desa Tabanio, selain untuk kebutuhan kayu bakar guna memasak, pohon Galam juga bisa dibuat untuk bahan bangunan untuk rumah, bahkan kulit pohon Galam sering digunakan masyakat untuk menambal jukung, kapal dsb. Dari segi ekonomi pun pohon galam sangat menggiurkan, dalam satu bulan dapat menghasilkan uang sebesar 70juta lebih (Kok bisa !). Jumlah kapal nelayan yang ada di Desa Tabanio  137 buah, satu kapal dalam satu kali keberangkatan (satu bulan) membutuhkan 20 ikat kayu galam.
Ditambah dengan pengunaan rumah tangga yang mana jumlah rumah penduduk lebih dari 900 buah, satu buah rumah kita hitung menghabiskan kayu galam sebanyak 30 ikat. Satu ikat kayu galam Rp.2.500 (dua ribu lima ratus rupiah). Sekarang coba kita hitung!
-          Kapal Nelayan : 137(buah kapal) x 20(ikat kayu) x Rp.2.500 = Rp. 6.850.000
-          Rumah Tangga : 900 (buah rumah) x 30 (ikat kayu) x Rp. 2.500 = Rp. 67.500.000
Kalau ditotal seluruhnya Rp. 74.350.000,- (tujuh puluh empat juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah), Sungguh nilai yang fantastik. Apa ini yang namanya lahan tidur ! yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu per bulanya!
Perlu kita ketahui juga bahwa hutan Galam selama ini bukan hanya dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Tabanio saja, tetapi desa – desa tetangga juga memanfaatkan hutan Galam tersebut. Disamping itu hutan Galam juga merupakan tempat tinggal dari satwa primata Bekantan, hewan yang menjadi maskot Kalimantan Selatan. Tapi sekarang sudah jarang ditemui, karena ratusan hektar hutan Galam sudah berubah fungsi menjadi kebun – kebun sawit. Apa kata dunia kalau kehidupan “Bekantan” yang merupakan hewan terlindungi itu terganggu?

Kamis, 03 Februari 2011

KELUH KESAH TABANIO


K E L U H    K E S A H    T A B A N I O

Gambar 1.1 Penyampaian aspirasi di DPRD Tk. I Kab. Tanah Laut
Gambar 1.1 Penyampaian aspirasi di DPRD Tk. I Kab. Tanah Laut
 
Kini hampir enam tahun sudah berlangsungnya masalah PT. Kintap Jaya Wattindo (PT. KJW) di Desa Tabanio, sejak masih dipimpin oleh Kepala Desa JAMHARI (Alm). Pada saat itu juga pernah Bapak Bupati datang ke Desa Tabanio menjelaskan tentang keberadaan PT. Kintap Jaya Wattindo (PT. KJW)  yang nantinya akan menambah penghasilan/ lowongan kerja bagi masyarakat Desa Tabanio. Tapi keberadaan PT. Kintap Jaya Wattindo (PT. KJW) tetap  juga  ditolak oleh masyarakat dengan berbagai pertimbangan yang salah satunya akan merusak ekosistem pohon Galam dan juga lahan pertanian masyarakat.

Gambar 1.2 Penyampaian aspirasi saat Bapak Kapolda di Desa Tabanio
Gambar 1.2 Penyampaian aspirasi saat Bapak Kapolda di Desa Tabanio
 
Lebih dari 10 kali pertemuan telah diadakan antara masyarakat dan aparat Desa Tabanio membahas masalah penggarapan lahan Desa Tabanio oleh PT. Kintap Jaya Wattindo (PT. KJW), hasilnya tetap MASYARAKAT MENOLAK.

Pernah ada rapat Muspika di kantor Kecamatan Takisung yang mana pada waktu itu Bapak Camat H. Sutrisno menyebutkan bahwa ±80% warga masyarakat Desa Tabanio menolak penggarapan lahan yang dilakukan  PT. Kintap Jaya Wattindo (PT. KJW) di Desa Tabanio. Tapi pada waktu pertemuan di DPRD Tk. II Kab. Tanah Laut pada hari Senin tanggal 12 Juli 2010  malah Bapak H.Sutrisno mengatakan 50% berbanding 50% antara yang mengijikan dan yang menolak. Padahal kenyataanya sampai sekarang hampir semua masyarakat tidak setuju dengan adanya penggarapan lahan oleh PT. Kintap Jaya Wattindo (PT. KJW)  di Desa Tabanio.
Karena kerasnya penolakan yang dilakukan oleh masyarkat Desa Tabanio, maka timbullah  isu masalah sengketa perbatasan antar Desa Unjung Batu dan Desa Tabanio yang juga merupakan batas dua kecamatan (Kec. Takisung dan Kec. Pelaihari) yang digembar – gemborkan oleh orang – orang yang berkepentingan. Maka timbullah masalah tapal batas. Dengan adanya masalah tapal batas tersebut, maka dari pihak Pemerintah Kabupaten Tanah Laut ingin  menyelesaikan masalah tersebut.
Maka diadakan pertemuan yang bertempat di kantor TAPEM Kab. Tanah Laut antara tokoh – tokoh dan aparat Desa Tabanio dan Ujung Batu dan juga pihak – pihak terkait. Pada pertemuan itu telah menyepakati untuk menyelesaikan masalah tapal batas tersebut berdasarkan peta 1992 (kenapa peta 1992 yang dijadikan acuan? “karena peta 1992 dianggap jauh dibuat sebelum masalah ini timbul”).
Dengan berdasarkan peta 1992 yang telah disepakati maka dilakukanlah pengukuran. Pengukuran pertama yang dihadiri oleh masyarakat, tokoh – tokoh serta aparat desa kedua belah pihak dan juga dari pihak BPN (Bpk. Sukad) dan dari Pihak TAPEM (Bpk. Masrudi), dengan menggunakan GPS yang mana hasil pengukuran tersebut menyatakan batas Desa Tabanio dan Desa Ujung Batu  berada 540m sebelah timur tanggul. Hasil tersebut tidak diterima oleh masyarakat Desa Ujung Batu.
Maka dilakukan pengukuran yang kedua yang dihadiri oleh masyarakat kedua belah pihak dan juga aparat desa masing – masing bersama dengan pihan BPN  dan dari TAPEM dengan menggunakan GPS yang terhubung langsung ke Internet, yang mana hasilnya juga sama yaitu batas Desa Tabanio dan Desa Ujung Batu  berada 540m sebelah timur tanggul. Hasil pengukuran inipun tidak diterima oleh masyarakat Desa Ujung Batu.
Maka dari itu dari pihak TAPEM mengundang untuk mengadakan rapat dikantor TAPEM yang mana agendanya membahas masalah hasil pengukuran batas antara kedua desa. Yang mana dihadiri oleh aparat desa masing – masing dan Bapak Camat Takisung, Bapak Camat Pelaihari dan BPN. Dari pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk melakukan pengukuran langsung ke lapangan yang mana titik awal pengukuran dari bibir pantai Desa Tabanio. Pada Waktu pengukuran tersebut dihadiri oleh kedua belah pihak serta aparat yang terkait.
Sebelum melakukan pengukuran tersebut terlebih dahulu diadakan pertemuan yang bertempat dirumah Saudara ALI. Dengan kesepakatan “APAPUN HASIL DARI PENGUKURAN BERDASARKAN PETA 1992, KEDUA BELAH PIHAK SIAP MENERIMA HASILNYA”. Setelah dilakukan pengukuran ternyata hasilnya menyatakan batas  Desa Tabanio dan Desa Ujung Batu berada 660m sebelah Timur dari tanggul. Mengetahui hasil pengukuran tersebut, dari pihak Desa Ujung Batu kembali menolak hasil tersebut.
            Menindak lanjuti hasil pengukuran yang telah ditolak pihak Desa Ujung Batu maka diadakalah rapat yang difasilitasi oleh pihak TAPEM yang bertempat di Kantor TAPEM. Yang nama pada waktu itu dihadiri oleh masyarakat kedua belah pihak dan aparat desa masing – masing dan juga Camat Takisung, Camat Pelaihari dan BPN. Yang mana pada waktu itu dari pihak BPN menyatakan bahwa hasil dari pengukuran tersebut telah sesuai dengan prosedur dengan hasil akurat yang bisa dipertanggung jawabkan (kata  Kepala BPN). Walaupun telah mendengar penjelasan dari TAPEM dan BPN yang panjang lebar mengenai hasil pengukuran tersebut, dari pihak Desa Ujung Batu tetap saja ngotot menolak.
Karena terus menerus terjadi perberdebatan, maka dari pihak tim yang mengukur menyatakan untuk melakukan pengecekan secara independen yang tidak boleh dihadiri oleh masyarakat maupun aparat desa kedua belah pihak. Tapi pada kenyataanya pada waktu pengecekan tersebut banyak warga dari Desa Ujung Batu yang hadir sedangkan dari pihak Desa Tabanio tidak ada. Kalaupun ada orang tersebut tidak mewakili suara masyarakat banyak.
Setelah pengecekan tersebut yang katanya independen maka terbitlah Peta 2010 (peta SK Bupati). Yang mana peta tersebut oleh warga Desa Tabanio dianggap telah banyak dimanipulasi karena sangat tidak sesuai dengan peta 1992, karena ±1,6 Km masuk ke arah barat dari hasil pengukuran pertama dan kedua. Yang berdasarkan peta 1992 (±1,6 Km masuk  kewilayah Desa Tabanio dengan jumlah ±900 hektar). Hal ini jelas sangat merugikan masyarakat Desa Tabanio.
Gambar 1.3 Peta 1992
 
Gambar 1.4 Peta 1992
 


Gambar 1.3 Peta 1992
 Batas Desa Tabanio Menurut Peta 1992 ditunjukan dengan garis merah





Gambar 1.4 Peta 1992
 Setelah keluar Peta 2010 batas Desa Tabanio ditunjukan dengan garis biru
Dari dua gambar diatas (gbr 1.3 &1.4) terlihat jelas perbedaan batas Desa Tabanio sebelum dan sesudah keluar Peta 2010 .


Gambar 1.5  Peta 2010

Peta di atas adalah peta 2010, lihat secara seksama.

Gambar 1.5  Peta 2010
 
Dalam Peta 2010 tersebut terdapat  hal yang kami anggap ganjil, yaitu tidak adanya cap/ stempel kecamatan, baik Kec. Takisung maupun  Kec. Pelaihari. Padahal cap/ stempel menyatakan legalitas suatu kepemerintahan. Kalaupun kedua camat tersebut ikut menandatangani Peta 2010 atas nama pribadi, itu kurang cocok kata “Camat Takisung dan Camat Pelaihari” dituliskan.

Dan juga didalam Peta 2010 yang  mana didalam peta tersebut ada Masyarakat Desa Tabanio yang ikut menanda tangani yaitu saudara Saipullah (Alias Abunawas/ Abun) dan H. Sukran, pada pertemuan dengan pansus di DPRD Tk.II Kab. Tanah Laut mereka menyatakan tertipu dengan undangan TAPEM yang disampaikan yaitu mengenai hal pengecekan dan penegasan batas sesuai  Peta Tahun 1992, ternyata yang mereka tanda tangani itu peta 2010.
H. Sukran pada saat kedatangan Bapak Gubernur H. Rudi Arifin tanggal 27 Januari 2011 juga menyatakan kalau beliau merasa tertipu oleh undangan tersebut.

undangan rapat
Gambar 1.6 Undangan Rapat dari Tapem
 

Gambar 1.6 Undangan Rapat dari Tapem

Dengan terbitnya peta 2010 yang sangat merugikan masyarakat Desa Tabanio ditambah lagi dengan tidak ada niat baik dari Kades Bahrani untuk menjelaskan tentang hal tersebut, membuat masyarakat kecewa. Setiap kali diundang untuk berhadir rapat untuk menjelaskan masalah tersebut Kades Bahrani tidak pernah datang. Hal ini membuat ketidak percayaan terhadap aparat desa  tumbuh semakin membesar.  


Gambar 1.7  Penyampaian Aspirasi  di DPRD Tk. II Kab. Tanah Laut
Gambar 1.7  Penyampaian Aspirasi  di DPRD Tk. II Kab. Tanah Laut
 
Pada hari senin 19 Juli 2010 masyarkat Desa Tabanio berunjuk rasa ke DPRD Tk.II Kab. Tanah Laut untuk menyampaikan aspirasi mereka. Pada saat itu ketua DPRD Tk. II Kab. Tanah Laut (Bapak Bambang)  beserta anggota yang lain mempersilahkan  perwakilan masyarkat Desa Tabanio untuk bertemu mereka di dalam gedung guna mendengarkan aspirasi masyarakat Desa Tabanio.
Dalam pertemuan tersebut menghasikan beberapa kesepakatan:
-          Anggota Dewan  bersedia untuk mengeluarkan Surat Rekomendasi yang isinya untuk penghentian sementara kegiatan/ aktivitas perusahan PT. Kintap Jaya Wattindo (PT.KJW) diwilayah yang disengketakan.
-          Akan dibentuk Pansus untuk menyelesaikan masalah ini.

Gambar 1.8 Masih terjadi penggarapan di lahan sengketa
Tapi pada kenyataanya pihak perusahaan tetap melakukan aktivitas seperti biasa di lahan yang disengketakan.  Berarti Rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh dewan tidak dipatuhi.
Gambar 1.8 Masih terjadi penggarapan di lahan sengketa
 
Pada hari sabtu tanggal 31 Juli 2010  dari pihak Masyarakat Desa Tabanio melaporkan hal tersebut ke Kapolsek dan Kasad Reskrim Polres Tanah Laut yang mana laporan kami  diterima tapi tidak diberi surat tanda terima telah melapor.



Satu bulan lebih  Pansus bekerja, meminta keterangan semua pihak terkait, maka keluarlah rekomendasi dari Pansus untuk melakukan pengukuran ulang.
Gambar 1.9 REkomendasi DPRD Tk. II Kab. Tanah Laut
 

Gambar 1.9 REkomendasi DPRD Tk. II Kab. Tanah Laut

Tapi apa yang terjadi, Bapak Bupati Tanah Laut H. Adriansyah malah mengeluarkan surat “Prihal dan Tindak Lanjut Hasil Pansus Terhadap Permasalahan Lahan PT. KJW (Tapal Batas Desa Ujung Batu Kec. Pelaihari dengan Desa Tabanio Kec. Takisung)” yang beredar luas dimasyarakat.
Surat inilah yang menjadi pemicu kerusuhan Senin malam tanggal 13 Desember 2010.

Gambar 1.10 Salah satu poster yang dibawa masyarakat pada saat penyampaian aspirasi
 

Gambar 1.10 Salah satu poster yang dibawa masyarakat pada saat penyampaian aspirasi

Gambar 1.11 Surat Bupati yang dianggap sebagai propokasi warga halaman 1
Gambar 1.12 Surat Bupati yang dianggap sebagai propokasi warga halaman 1
Gambar 1.11 Surat Bupati yang dianggap sebagai propokasi warga