Jumat, 11 Februari 2011

SAWIT VS MATA PENCAHARIAN WARGA

Sawit VS Mata Pencaharian Warga
Desa Tabanio terletak di Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, wilayahnya terdiri dari laut, daratan, rawa dan hutan (hutan Galam). Hampir semua masyarakat Desa Tabanio mata pencaharianya bergantung dengan alam. Bertani dengan sistem tadah hujan, mencari ikan di tengah lautan dan mencari kayu bakar di tengah hutan (hutan Galam). Entah bagaimana jadinya kalau keseimbangan ekosistem alam di Desa Tabanio terganggu.

1.    Pertanian
Bertani atau bercocok tanam sudah lazim dilakukan masyarakat Desa Tabanio hasilnya selain untuk kebutuhan makan sendiri juga untuk dijual untuk kebutuhan hidup  seperti untuk  keperluan dapur lainya, biaya anak bersekolah, berobat dll.
Salah satu warga bercerita kepada kami,
mantan dahulu, ulun ni bahuma aja, sampai anak ulun ni nah lulus sakulah gawian ulun bahuma aja, gasan ma’ongkosi inya, bajual banih ulun ni. Alhamdulillah inya sudah lulus. Ini nah sa’ekong lagi anak ulun nang sekulah mudahan ai mau manuntung, ulun manuntung ma’ongkosi, inya manuntung mau balajar. Mudahan jua ba’ulehan banih tahun ni banyak nah, kada kaya tahun semalam wan samalamnya, manangis ulun, nang sa’hektar ba’ulihan 16 belek aja, kada cukup ulun gasan makan saparanakan satahun. Kenapa jadi bisa  begitu ? (Tanya kami). kakaringan pahumaan ulun jadi kaya itu. Mun tahun dahulu – dahulunya ba’ulihan aja ulun 300 belekan mun sehektar tu.
Berdasarkan peninjauan kami kelapangan, ada beberapa paktor yang menyebabkan kekeringan pada sawah masyarakat Desa Tabanio.
1.    Adanya saluran – saluran yang dibikin oleh perusahaan
2.    Diperparah lagi dengan dikeringkannya daerah rawa – rawa yang bisanya menjadi lumbung air buat pertanian oleh pihak perusahaan (PT.KJW) untuk ditanami sawit - sawit.
Kita lihat gambar - gambar ilustrasi dibawah ini !





Gambar diatas (gambar 1.1) adalah gambar aliran air sebelum adanya saluran – saluran (tanggul – tanggul) yang dibikin oleh pihak perusahaan (PT.KJW).
Dulunya air mengalir dari rawa ke persawahan masyarakat melalui parit – parit  yang dibikin oleh masyarakat sendiri sehingga air dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan pertanian. Saat air melebihi batas kebutuhan maka pintu – pintu air yang menuju kesungai akan dibuka oleh masyarakat dan sebaliknya. Sehingga air untuk pengairan sawah selalu tercukupi.

Sekarang setelah adanya saluran – saluran (tanggul – tanggul) yang dibangun pihak perusaan (PT.KJW) yang mengeringkan daerah rawa nampak seperti gambar dibawah ini (gambar 1.2)






Ini merupakan kebalikannya, air yang ada dipersawahan malah mengalir ke rawa yang dikeringkan oleh pihak perusahaan (PT.KJW), sedangkan air yang berada di rawa langsung disalurkan kesungai. Ini lah yang menyebabkan warga Desa Tabanio mengalami kekeringan.

Catatan :
“Daerah rawa letaknya lebih rendah dari persawahan Masyarakat Desa Tabanio”

Bukanya menata menjadi lebih baik, malah menghancurkan yang telah ada

2.    Hutan Galam
Seperti Pembahasan terdahulu, kegunaan hutan Galam sangat vital bukan saja bagi masyarakat Desa Tabanio tapi juga desa – desa tetangga. Hampir semua warga (petani, nelayan)  memanfaatnya kayu Galam baik untuk kayu bakar, untuk bahan bangunan rumah, kandang ayam ras dsb. Kayu Galam juga mempunyai nilai ekonomis yang sangat besar mencapai 70jt lebih dalam 1 bulanya. Untuk lebih jelas silahkan lihat artikel sebelumnya yang berjudul  Sumber Daya Alam yang tersimpan di lahan Sengketa




3.    Nelayan





Lima belas hari bahkan lebih terrombang ambing dilautan, mencari nafkah buat keluarga. Kadang rejeki yang didapat cukup untuk keperluan 1 bulan, tak jarang pula, pulang dengan tangan hampa.

     Makin hari makin sulit untuk mendapatkan ikan yang banyak, sedangkan keperluan untuk keluarga terus meningkat, harga barang terus naik. Terkadang kami harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, “melaut kada tapi ba’ulihan, pahumaan kakaringan”. Tutur seorang nelayan pada kami.
Dalam sekali berangkat melaut nelayan biasanya menghabiskan biaya ± 7juta rupiah (untuk pembelian bahan makanan selama melaut dan bahan bakar berupa solar sebanyak 2 drum). Yang mana segala biaya akan dibayar setalah datang dari melaut. Kalau hasil yang didapat kurang banyak maka tak jarang meraka tak bisa membayarnya.
Kata masyarakat “Sekarang bahan bakar Solar susah mendapatkannya, ditambah lagi dengan kayu Galam yang berada di desa kami hampir habis karena dibabat oleh Perusahaan (PT. KJW) padahal kayu Galam tersebut  digunakan semua nelayan untuk keperluan  memasak dilaut. Jangan sampai kami membeli kayu galam keluar desa kami karena harganya pasti akan lebih mahal lagi, jadi akan menambah biaya dalam keberangkatan kami kelaut. Jangan sampai kami ini sudah jatuh tertimpa tangga pula”. 

1 komentar: